Kamis, 19 April 2012

Pentingnya Bermain (The Importance of Playing)


Bermain. Ini merupakan hal yang secara alamiah dilakukan oleh anak-anak. Bermain adalah menyenangkan. Sesuatu yang menggembirakan dan dilakukan dengan bebas. Bermain tidak mensyaratkan tujuan dan hasil. Faktanya, banyak orang mengartikan bermain sabagai sebuah aktivitas yang tidak memiliki tujuan.

Bermain dalah hal yang mendasar pada usia kanak-kanak. Tetapi saat orang-orang tumbuh menjadi dewasa, mereka sering kehilangan hasrat mereka untuk bermain. Banyak orang dewasa menganggap bermain adalah hal yang bodoh dan tidak penting. Sering, orang tua mendorong anak-anak mereka mengurangi bermain. Mereka berkeyakinan tambahan belajar, musik, dan olahraga yang terorganisasi lebih bermanfaat.

Banyak ahli berpendapat bahwa penting bagi perkembangan manusia.
Charles Whitman adalah seorang mahasiswa teknik yang berusia 25 tahun di Universitas Texas di AS. Dia mantan tentara, seorang suami dan orang yang cerdas. Dia disukai banyak orang. Dan dia tampak seperti orang normal pada umumnya.

Bagaimanapun, pada Agustus 1966, Whitman melakukan hal yang mengerikan. Dia memanjat puncak bangunan yang tinggi di Universitanya dan menembaki banyak orang. Dia telah membunuh 14 Mahasiswa dan melukai 23 orang lainnya. Pada waktu itu, ini merupakan kasus pembunuhan masal tertinggi di As dalam sejarah. Kelakuan Charles Whitman mengejutkan banyak orang.

Apa yang menyebabkan Whitman melakukan perbuatan yang sungguh keji itu? Pemerintah Texas meminta seorang Doktor bernama Stuart Brown menemukan jawaban atas pertanyaan itu. Brown adalah seorang psikiater- dokter kesehatan mental. Dia bergabung bersama tim Internasional yang terdiri atas para dokter dan pakar untuk mempelajari kasus Whitman. Tim menemukan ada banyak hal-hal yang menjadi penyebab tindak kekerasan Whitman yang mengejutkan itu.

Pada saat penembakan itu, Whitman menderita stress, sakit kepala yang sangat serius, dan banyak tekanan fisik dan mental. Dia berjuang di sekolah. Orang tuanya bercerai. Hingga Whitman lepas kendali. Dan dia tidak tahu bagaimana mengatasi tekanan itu.

Namun semua orang memiliki tekanan dalam hidup mereka. Lalu apa yang membuat Whitman berbeda? Saat masih bocah, ayah Whitman melukainya secara fisik dan mental. Tim ahli menilai perlakuan kasar ini, Whitman tidak tahu bagaimana bereaksi secara normal saat stress. Bagaimanapun, para ahli mencatan kemungkinan penyebab lain. Penyebab ini mengejutkan banyak orang. Dr. Brown menjelaskan,

“Tim investigasi kehidupan Charles Whitman dan penyebab tindakan brutalnya mengidentifikasi kurangnya waktu bermain pada masa kanak-kanaknya sebagai sebuah alasan kunci untuk aksi sadisnya itu.”
Kekurangan bermain? Bisakah hal itu menyebabkan tindakan yang sungguh mengerikan? Pertama, ini tampak seperti sebuah alasan yang aneh untuk kekerasan dan pembunuhan.

Sejak 1966, Dr. Brown telah mempelajari banyak pelaku tindak kekerasan. Dan dia telah menemukan semacam kekurangan masa bermain sebagian besar kehidupan mereka. Saat ini, Dr. Brown adalah seorang pakar bermain. Dia telah mempelajari kehidupan bermain lebih dari delapan ribu orang. Dan dia menemukan hubungan penting antara bermain dengan perkembangan positif manusia.

Dr. Brown tidaklah sendirian. Banyak pakar mulai mengenali alur penting bahwa bermain membantu anak-anak belajar dan berkembang.
Bermain adalah cara mendasar bagi anak-anak menjelajahi dunia mereka. Melalui bermain, anak-anak mempelajari banyak hal. Bermain juga penting untuk perkembangan otak. Para pakar mengatakan bahwa jenis permainan yang paling pentinga adalah permainan bebas. Permainan bebasa adalah ketika anak-anak memilih bagaimana bermain. Ini jenis permainan yang melibatkan imajinasi dan krativitas. Permainan bebas dapat dilakukan dengan mainan dasar seperti bangunan atau boneka bayi.

Permainan bebas bergantung pada si anak memulai dan mengatur proses permainan. Banyak studi menyebutkan bahwa bermain bebas meningkatkan krativitas dan pemecahan masalah.

Bermain juga membantu anak-anak belajar banyak kemampuan bersosial yang penting. Ketika anak-anak bermain bersama, mereka belajar bagaimana bekerja sama. Ketika orang tua tidak dilibatkan, anak-anak belajar bagaimana mengambil giliran, berkompromi, dan menyelesaikan konflik. Melalui bermain, anak-anak juga belajar bagaimana membuat aturan mereka sendiri. Dengan mencoba hal-hal baru dan bahkan membuat kesalahan, mereka belajar bagaimana sesuatu berjalan untuk yang terbaik. Hal inilah yang membantu anak-anak menyusun dunia mereka.

Bermain bebas juga meningkatkan kemampuan komunikasi. Anak-anak menggunakan kata-kata saat bermain bersama anak-anak yang lain. Mereka juga menggunakan kalimat-kalimat yang lebih kompleks. Ini terjadi karena orang-orang dewasa lebih dengan mudah memahami komunikasi seperti anak-anak. Seorang bocah tidak harus bekerja keras untuk berkomunikasi dengan orang dewasa. Mereka dapat menggunakan kalimat yang lebih singkat dengan kata-kata yang legih sedikit. Bagaimanapun, komunikasi diantara anak-anak pasti lebih terperinci dan mudah dipahami. Seorang bocah pasti jelas dan menyediakan informasi yang cukup untuk dimengerti oleh teman-teman mereka.

Anehnya, anak-anak juga meningkatkan kemampuan bahasa mereka ketika mereka bermain dengan diri mereka sendiri. Ini dikarenakan anak-anak sering berbicara dengan diri mereka sendiri ketika bermain. Percakapan pribadi semacam ini membantu anak-anak memandu diri mereka sendiri melalui proses permainan. Membantu untuk melewati masalah, mengungkapkan emosi, dan mendorong diri mereka sendiri. Proses dasar ini dinamakan pengaturan diri.

Pengaturan diri adalah hasil bermain bebas yang sangat penting. Melalui bermain sendiri atau dengan anak-anak yang lain, seorang bocah belajar bagaimana mengatur diri sendiri dan dunia mereka. Mereka mengalami masalah dan belajar bagaimana bereaksi. Kemampuan dasar ini yang membantu orang-orang mengatur situasi penuh tekanan secara positif. Dan inilah kemampuan yang banyak pelaku kejahatan, seperti Charles Whitman, kekurangan.

Untuk alasan-alasan inilah dan masih banyak lagi, PBB mempertimbangkan bermain adalah hak seorang bocah.Pertemuan PBB pada hak-hak anak mengatakan,
“setiap anak memiliki hak untuk istirahat dan waktu bebas, untuk dilibatkan dalam aktivitas bermain yang benar pada usia kanak-kanak dan dengan bebas dilibatkan dalam kehidupan seni dan budaya.”

Sayangnya, pola bermain semakin berkurang di seluruh dunia. Beberapa anak-anak tinggal di wilayah perang dan kekerasan. Anak-anak yang lain dipaksa bekerja selama masa kanak-kanak mereka. Dan anak-anak yang lain hidup dalam kemiskinan dan kelaparan. Bagaimanapun, bahkan di banyak wilayah yang lebih kaya, khususnya di kota-kota, bermain bebas berkurang.

Anak-anak di wilayah ini mempunyai banyak waktu dan sumber daya, tetapi mereka masih belum dikatakan bermain. Sering, waktu mereka dihabiskan menonton televisi dan bermain video game. Permainan semacam ini bukanlah permainan aktif. Para ahli mengatakan bahwa ini tidaklah membantu untuk bermain bebas. Ada juga penambahan jadwal yang terstruktur yang diatur orang dewasa seperti olahraga terorganisasi, lomba-lomba pendidikan dan musik. Hal-hal tersebut memang baik, tetapi jika terlalu banyak diatur untuk itu menyebabkan anak-anak tidak bisa mengembangkan permainan mereka sendiri.

Orang-orang seperti Dr. Brown dan yayasan anak-anak di bawah PBB sedang bekerja mendidik orang-orang tentang pentingnya bermain bebas bahkan setelah masa kanak-kanak dia mengatakan pada sebuah program radio, berbicara keyakinan,

“Jika Anda melihat dengan lebih dekat, Anda menemukan bahwa manusia dirancang secara biologis untuk bermain sepanjang periode kehidupan. Ketika seseorang tidak bermain disepanjang atau dengan waktu sangat terbatas saat dewasa, ada beberapa dampak buruk : kesedihan mendalam, kesulitan dengan perubahan dan hilangnya rasa humor. Hal-hal inilah yang membantu kita untuk mengatur dalam sebuah dunia yang penuh dengan tuntutan.”



The English Version


Play. It is something that every child does naturally. Play is fun. It is joyful and it is done freely. Play does not require a goal or end result. In fact, many people define play as a joyful activity that appears to have no purpose.


Play is basic to childhood. But as people grow into adults, they often lose their desire to play. Many adults think play is foolish and unimportant. Often, parents encourage their children to play less. They believe extra studying, music and organized sport are more helpful. However, more and more experts are arguing that play is necessary to human development.


Charles Whitman was a 25 year old engineering student at the University of Texas in the United States. He was a former soldier, a husband and an intelligent person. He was well liked by many people. And he seemed like a very normal person. However, in August of 1966, Whitman did a terrible thing. He climbed to the top of a tall building at his university and shot many people. He killed 14 students and hurt 23 other people. At the time, this was the largest mass murder in United States history. The actions of Charles Whitman shocked many people.


What caused Whitman to do such a terrible thing? The Texas government asked a doctor named Stuart Brown to find the answer to that question. Brown was a psychiatrist - a mental health doctor. He gathered together an international team of doctors and experts to study Whitman’s case. The team found that there were many things which, together, caused Whitman’s sudden violent act.


At the time of the shooting, Whitman suffered from stress, severe headaches, and many mental and physical pressures. He struggled in school. His parents were divorcing. Whitman felt out of control. And he did not know how to manage his stress.


But all people have stress in their lives. What made Whitman different? As a child, Whitman’s father hurt him physically and emotionally. The team of experts suggested that because of this abuse, Whitman did not know how to react normally to stress. However, the experts noted another possible cause. This cause surprised many people. Dr. Brown explained,


“The team investigating Charles Whitman’s life and the causes of his actions identified his life long lack of play as a key reason for his murdering actions.”


Lack of play? Could that really cause such terrible actions? At first, it seems like a strange reason for violence and murder. However, since 1966, Dr. Brown has studied many other violent criminals. And he has found a similar lack of play in many of their lives. Today, Dr. Brown is an expert on play. He has studied the play life of over eight thousand people. And he has found important connections between play and positive human development.


Dr. Brown is not alone. More and more experts are beginning to recognize the important ways that play helps children learn and develop.


Play is a basic way that children explore their world. Through playing, children learn many things. Play is also important for brain development. Experts say that the most important kind of play is free play. Free play is when children choose how to play. It is a kind of play that involves imagining and creating. Free play can be done with basic toys like blocks or baby dolls. However, free play depends on the child starting and managing the play process. Studies suggest that free play increases creativity and problem solving.


Play also helps children learn many important social skills. When children play together, they learn how to work together. When parents are not involved, children must learn how to take turns, compromise and solve conflict. Through play, children also learn how to set their own rules. By trying new things and even making mistakes, they learn how things work best. This helps children learn to organize their world.


Free play also increases communication skills. Children use more words when playing with other children. They also use more complex sentences. This happens because adults more easily understand childlike communication. A child does not have to work very hard to communicate with adults. They can use shorter sentences with fewer words. However, communication between children must have more detail and explanation. A child must be clear and provide enough information for their friends to understand.


Surprisingly, children also increase their language skills when they play by themselves. This is because children often talk to themselves during free play. This kind of private talk helps children guide themselves through the play process. It helps them to think through problems, express emotions, and encourage themselves. This basic process is called self-managing.


Self-managing is a very important product of free play. In fact, some experts believe this may be the most important part of play. By playing alone or with other children, a child learns how to manage themselves and their world. They experience problems and they learn how to react. This basic skill is what helps people positively manage stressful situations. And this is a skill that many criminals, like Charles Whitman, lack.


For these reasons, and many more, the United Nations considers play a child’s basic right. The United Nations Convention on Rights of the Child says,


“Every child has the right to rest and free time, to be involved in play activity correct for the age of the child and to be freely involved in cultural life and the arts.”


Sadly, play all over the world is decreasing. Some children live in areas of war and violence. Other children are forced to work during their childhood. And still other children live in poverty and hunger. However, even in many wealthier areas of the world, particularly in cities, free play is decreasing.


Children in these areas have plenty of time and resources, but they still play less. Often, their time is spent watching television or playing video games. This kind of play is not active. Experts say that this is not helpful free play. There is also a rise in more structured, adult managed play - things like organized sport, educational competitions and music. These things are good, but too much adult managed play keeps children from managing their own play.


People like Dr. Brown and the United Nations Children’s Fund are working to educate people about the importance of free play for child development. However, Dr. Brown is clear that play is important even after childhood. He told the radio program, Speaking of Faith,


“If you look more closely, you find that the human being is designed biologically to play through out life. When one does not play at all or very little as an adult, there are negative effects: deep sadness, difficulty with change and loss of humor. These are important things that help us to manage in a world of many demands.”

Kamis, 01 Maret 2012

Gula Manis (Sweet Sugar)



Pemanis seperti apa yang Anda gunakan dalam makanan dan minuman? Apakah Anda makan tebu? Apakah Anda mencampurkan madu di teh Anda? Apakah Anda menmbahkan sirup maple yang kental pada sarapan Anda? Semua bahan-bahan tersebut, dan lebih banyak lagi, membuat makanan lebih manis.

Ada banyak jenis pemanis di berbagai belahan dunia. Yang paling umum adalah gula. Namun selama berabad-abad, orang-orang telah menggunakan berbagai macam pemanis alami untuk membuat makanan mereka menjadi lebih manis.

Masing-masing daerah di penjuru dunia secara umum menggunakan pemanis. Pemanis tradisional biasanya mudah ditumbuhkan dan dipanen di daerah tersebut. Cara sederhana untuk mempermanis makanan dan minuman merupakan bagian dari budaya di masing-masing negara.

Ada suatu buah dari Afrika barat. Penduduk di sana memakan buah tersebut, buh merah. Setelah makan buah ajaib ini, makanan yang dimakan setelahnya terasa manis!
Madu adalah jenis pemanis lain yang cukup terkenal di beberapa negara. Madu dihasilkan oleh lebah. Serangga kecil yang bisa terbang ini mengumpulkan nektar (cairan manis) dari bunga. Mereka membawa nektar tersebut ke sarang. Sesaat setelahnya, nektar yang terkumpul mengental, menjadi madu. Lebah mengumpulkan nektar dari berbagai jenis bunga berbeda. Rasa madu yang berbeda tergantung dari nektar yang lebah kumpulkan.

Sebagai contoh, di Turki, penduduk mengumpulkan madu dari pegunungan dekat laut Mediterania. Lebah di sana terbang di antara bunga dan tanaman herbal di pegunungan. Mereka membuat madu istimewa yang dinamakan ‘bal.’ Masyarakat Turki menggunakan madu tersebut untuk teh. Mereka juga mencampurkannya untuk makanan pencuci mulut, seperti baklava.

Di Amerika Serikat dan Kanada, orang-orang mengumpulkan jenis pemanis alami yang berbeda. Ini berasal dari pohon maple. Di akhir musim semi, orang-orang melubangi pohon maple. Kemudian mereka mengumpulkan cairan yang keluar darinya. Mereka merebus cairan ini hingga mengental dan kecoklatan. Jadilah sirup maple. Penduduk di Amerika utara menggunakan sirup maple untuk memasak. Atau, secara sederhana menuangkannya di atas makanan untuk menjadikannya manis.

Di Jepang, pemanis berasal dari daun tumbuhan Stevia. Stevia adalah tanaman asli Amerika selatan. Ini adalah tanaman kecil yang berbunga. Orang-orang mengeringkan daun tanaman tersebut. Kemudian mereka menggunakan daun tersebut untuk teh dan minuman lainnya. Masyarakat Jepang juga memproseskeringkan daun tersebut menjadi bubuk putih. Kemudian mereka menggukan bubuk ini untuk menambahkan rasa manis pada makanan.

Orang-orang menggunakan pemanis-pemanis tersebut selama berabad-abad. Dan sangat mudah dikumpulkan atau disiapkan. Pemanis-pemanis tersebut mengandung banyak gizi dan vitamin, selain itu rasa manisnya membuat makanan menjadi sedap.


Sekitar 500 tahun yang lalu, salah satu pemanis mulai dijadikan ladang bisnis besar. Yakni gula. Sekarang, gula merupakan pemanis paling dikenal di setiap negara. Gula dapat diproduksi dari bit, rumput sayuran, atau dari jagung. Tetapi kebanyakan gula berasal dari tanaman tebu. Tebu dalah jenis tanaman rumput yang panjang dan padat serat kayunya. Para petani menumbuhkan tanaman tebu di lebih dari 90 negara. Dan ini merupakan salah satu hasil panen yang paling penting di dunia ekonomi.

Banyak produk dibuat dari bahan baku gula. Tetapi kebanyakan tebu diproses untuk dijadikan gula. Gula ini mempunyai partikel kecil yang tampak seperti pasir. Gula putih mudah dicari dan digunakan. Dan harganya tidak terlalu mahal. Karena alasan itulah banyak penduduk dunia lebih memilih gula ketimbang pemanis alami lainnya.
Pada mulanya fakta tersebut tidak selalu demikian. Hingga sekitar tahun1800 gula putih hanya digunakan oleh orang-orang kaya. Dan mereka tidak menggunakannya dalam jumlah banyak. Mereka menggunakannya sebagai obat dan penambah rasa dari makanan.

Mereka juga menggunakannya untuk mengawetkan makanan. Tetapi pada tahun 1800, orang-orang Eropa menjajah banyak wilayah di Amerika selatan, dan pulau-pulau di Karibia. Mereka mengembangkan pertanian tebu dalam jumlah besar. Mereka juga membawa orang-orang Afrika untuk bekerja sebagai budak di ladang pertanian.
Dengan mempekerjakan budak dan meningkatnya perdagangan, dengan cepat gula tersedia untuk masyarakat seluruh dunia. Hasilnya adalah orang-orang mulai mengkonsumsinya dalam jumlah besar. Sekarang gula menjadi bagian dari kebutuhan pokok manusia. Gula dapat ditemukan pada makanan pencuci mulut, minuman soda, dan roti. Bahkan makanan yang tidak begitu manis pun terkandung gula di dalamnya, sebagaimana sereal dan keripik kentang.

Banyak orang suka mengkonsumsi permen. Dan ini tidaklah buruk dalam jumlah kecil. Bagaimanapun, mengkonsumsi terlalu banyak makanan manis dapat membahayakan. Gula dalam jumlah besar menyebabkan masalah kesehatan. Dr. Donald Hensrud bekerja di klinik Mayo di AS. Dia menjelaskan efek negatif dari terlalu banyak mengkonsumsi gula.

“Dari pandangan kesehatan, gula mengandung 3 bahaya- gula menyediakan ekstra kalori. Gula tidak memiliki gizi yang baik bagi tubuh Anda. Dan ini membuat seseorang tidak makan makanan lain (karena sudah terasa kenyang) dan kandungan gizi di dalamnya yang lebih sehat.

Terlalu banyak mengkonsumsi gula meningkatkan resiko gangguan kesehatan. Kebanyakan gula menbuat tubuh menjadi gemuk. Jadi, terlalu banyak gula menyebabkan kegemukan. Kegemukan dapat menyebabkan masalah kesehatan lain. Makan terlalu banyak gula juga dapat menyebabkan permasalahan pada gigi, penyakit jantung dan diabetes.

Banyak orang ingin menghindari permasalahan kesehatan tersebut. Tetapi mereka juga masih ingin mengkonsumsi sesuatu yang manis. Salah satu solusinya adalah mengkonsumsi buah matang atau pemanis alami seperti madu dalam jumlah kecil.Keduanya manis dan sehat.

Cara lain untuk mengurangi gula adalah menggunakan pemanis buatan. Pemanis buatan bukan berasal dari tanaman. Tetapi dibuat di laboratorium. Rasanya manis seperti pemanis alami, tetapi terbuat dari bahan kimia.

Apakah pemanis buatan lebih baik untuk kesehatan? Beberapa ahli prihati tentang pemanis buatan. Mereka berpendapat bahwa pemanis buatan menyebabkan beberapa masalah kesehatan.



In English;



What kinds of sweeteners do you use in your food and drink? Do you eat sticks of sugarcane? Do you put sweet honey in your tea? Do you pour thick maple syrup on your breakfast? All of these substances , and many more, make food sweeter.

There are many kinds of sweeteners in the world. The most common is sugar. But for centuries, people have used different kinds of natural sweeteners to make their food sweeter.

Each area of the world has a commonly used sweetener. The traditional sweeteners are usually easy to grow or harvest in that area of the world. Traditional ways of sweetening food and drink are a part of the culture of each country.

You may remember a Spotlight program called ‘Miracle Berry.’ That program was about a fruit from West Africa. People eat this small, red fruit. After eating the miracle fruit, other foods taste sweeter!

Honey is another popular sweetener in many countries. Honey is made by bees. These small, flying insects gather nectar from flowers. They bring the nectar back to their homes. After some time, the collected nectar becomes thick, golden honey. Bees collect nectar from different kinds of flowers. The honey tastes different depending on which nectar the bees collected.

For example, in Turkey, people gather honey from the mountains near the Mediterranean Sea. The bees there fly between the flowers and herbs in the mountains. They create a special honey called ‘bal.’ Turkish people use this honey in tea. They also make sweet desserts with it, like baklava.

In the United States and Canada, people collect a different kind of natural sweetener. It comes from the sugar maple tree. At the end of winter, people put a small hole into the sugar maple tree. Then they collect the liquid that comes out. They boil this liquid until it is thick and brown. It is now maple syrup. People in North America use maple syrup when they cook. Or, they simply pour it over some foods, to sweeten them.

In Japan, a common sweetener comes from the leaves of the Stevia plant. Stevia is native to South America. It is a small flowering plant. People dry the leaves of the stevia plant. Then they use the leaves in teas and drinks. People also process the dried leaves into a fine, white powder. They then use this powder to add sweetness when they cook.

People have enjoyed these natural sweeteners for centuries. They are often very easy to collect or prepare. They provide nutrients and vitamins. They also provide a sweet taste that can make people feel happy and satisfied.

However, about 500 years ago, one sweetener started to become a big business. It was sugar. Today, sugar is the most popular sweetener in every country in the world. Sugar can be made from beets, a root vegetable, or from corn. But most sugar comes from sugarcane. Sugarcane is a long, thick grass. Farmers grow sugarcane plants in more than ninety countries. And it is one of the most important crops in the world’s economy.

Many products are made from sugarcane. But most sugarcane is processed into white sugar. This sugar has many small particles (butir-butir) that look like sand. White sugar is easy to use, and easy to find. And it does not cost a lot of money. For these reasons many people in the world choose to use sugar instead of other natural sweeteners.

This was not always the case. Up until about the 1800s white sugar was only used by very rich people. And they did not use very much of it. They used it as a medicine and as a spice in cooking. They also used sugar to keep food from going bad. But in the 1800s, Europeans colonized many areas of South America, and islands in the Caribbean. They developed large sugarcane farms. They also brought many people from Africa to work as slaves on the farms.

With slave labour and increased trade, sugar soon became available (tersedia) to people around the world. The result was that people began to eat more and more sugar. Now sugar is a large part of many people’s diet (makanan). Sugar is found in sweet desserts, soda drinks, and bread products. Even foods that do not taste very sweet may have sugar in them, such as dry cereal or packets of potato chips.

Many people have a strong desire to eat sweets. And it is not bad to eat SOME sweets. However, eating too much sweet food can be dangerous. High amounts of sugar can lead to health problems. Dr. Donald Hensrud works at the Mayo Clinic in the United States. He explains the negative effects of too much sugar:

“From a health stand point, sugar is a 'triple danger' - it provides extra calories. It has no nutrients that are good for your body. And it may make a person not eat other foods and nutrients in the diet that are more healthy.”
Too much sugar increases a person’s chance of health problems. The body turns extra sugar into fat. So, too much sugar can lead to too much body weight. Being overwieght can cause many other health problems. Eating too much sugar can also lead to tooth problems, heart disease and diabetes.

Another way to use less sugar is to use artificial sweeteners. Artificial sweeteners are not from a plant. Instead, they are made in a laboratory. They may taste similar to a natural sweetener, but they are made from chemicals.

Are artificial sweeteners better for health? Some experts are concerned about artificial sweeteners. They think that artificial sweeteners cause some health problems.

Rabu, 29 Februari 2012

Pemuda dan Peramal (A young man and a fortune teller)


Seorang pemuda mendatangi seorang peramal untuk meramalkan nasibnya. Kemudian si peramal melihat garis tangan pemuda itu.

Peramal : “Lihat garis ini!” (sambil teriak). “Itu menunjukkan karirmu. Garisnya sangat pendek.”
Pemuda : (tertunduk lemas)
Peramal : “Dan lihat garis yang ini! Itu menunjukkan cara berpikirmu. Itu juga pendek.”
Pemuda : (semakin pasrah akan nasibnya)
Peramal : “Dan lihat garis-garis silang ini!”
Dengan frustasi pemuda itu berkata.
Pemuda : “ya! pasti masa depanku suram, penuh masalah, tiada keberuntungan yang menghampiriku, dan tak akan pernah ada perubahan yang lebih baik tentang nasibku!!!!”
Peramal : “Bukan! Tanganmu berlumut dan jamuran”
Pemuda : @#@#@!!!

Pesan : Masa depan Anda tidaklah bergantung tangan Anda, peramal, atau orang lain. Percayalah pada diri Anda, jawaban yang Anda cari akan Anda temukan pada diri Anda sendiri.


In English;


A young man visits a fortune teller. He asks the fortune teller to predict his future. And then, the fortune teller sees his palm of hand.


The fortune teller : “You see this line!” (while screaming). “that’s your career line. Very short!”
The young man : (being bent down)
The fortune teller : “and you see this line! That’s your brain line. Short also!!!”
The young man : (getting so sad)
The fortune teller : “and you see this criss-cross on your hand!”
The young man : “Yes! That must be my future. Full of problem. There is no lucky comeover me. And I have never a good future”
The fortune teller : “No! Your hand is moisturize moth”

The message : Your future is not about your hands, fortune teller’s hands, or anybody else’s hand. Just trust yourself, the answer that you are looking for will be in your hand.

I Want To Get Married


Ola adalah seorang wanita muda yang tinggal di Mesir. Dia berumur sekitar 30 tahun. Banyak orang menyarankannya agar cepat menikah. Suatu hari ada seorang pria yang datang ke rumahnya. Dia ingin menikahi Ola. Banyak orang berkata bahwa pria tersebut adalah pria ideal. Wajahnya tampan, pekerjaanya mapan, dan dia tinggal di Italia. Ola percaya bahwa dia bisa mencintainya. Dia senang akhirnya bisa menikah. Namun kemudian dia menemui sebuah masalah. Pria tersebut telah menikah dengan wanita Italia. Ibu dari pria itu menjelaskan bahwa dia menyuruh putranya untuk memiliki isteri kedua. Hukum di Mesir membolehkan seorang pria memiliki hingga 4 orang isteri. Ibunya juga menyuruh sang putra untuk tinggal lebih lama di Mesir. Ola sangatlah marah karenanya! Ini bukanlah apa yang dia duga sebelumnya! Ola dan ibunya mengusir mereka dari rumahnya.

Cerita singkat di atas adalah cuplikan sebuah film yang berjudul “I want to get married”. Film ini diambil dari sebuah buku. Di mana buku tersebut disusun dari coretan blog milik Ghada Abdul Aal. Dia menuliskan pengalaman pribadinya sebagai seorang wanita yang sedang mencari pasangan hidup.

Dalam suatu budaya, ada banyak tradisi yang harus dilakukan orang-orang muda untuk menikah. Di Mesir, segala yang dibutuhkan baik dari pihak pria maupun wanita dalam pernikahan mereka, harus tersedia sebelum pernikahan. Artinya segala sesuatunya harus baru, bahkan kebutuhan seperti pakaian dan perabotan rumah tangga lainya. Ini juga termasuk tempat tinggal untuk mereka pun harus tersedia, semisal rumah atau apartemen. Secara adat, pihak pria lah yang harus menanggungnya. Kemudian ada juga uang untuk pesta pernikahan dan mas kawin itu sendiri. Bagi sebagian kalangan, hal ini akan menghabiskah uang lebih banyak daripada apa yang mereka dapatkan dalam satu tahun!

Banyak pemuda di Mesir tidak mampu untuk menjalankan tradisi tersebut. Informasi dari departemen kependudukan Mesir menunjukkan bahwa banyak pemuda di Mesir yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Harga rumah juga sangat mahal di Mesir belakangan ini. Dan hanya ada sedikit rumah yang tersedia. Tradisi ini membuat pemuda di Mesir takut akan masa depan mereka. Para pria mungkin menabungkan uang mereka hingga cukup untuk digunakan melangsungkan pernikahan. Tetapi ini akan membutuhkan waktu yang sangat lama.

Kondisi ekonomi lah menyebabkan permasalahan ini. Namun banyak orang yang menyalahkan wanita lah sebagai penyebabnya. Mereka mengatakan bahwa para wanita terlalu pilih-pilih siapa yang akan mereka nikahi. Dan mereka meminta persyaratan yang muluk-muluk untuk menyetujui pernikahan. Sebagian pihak berpendapat ini adalah hal yang baru yang diajukan sebagai prasyarat oleh para wanita.

Ghada Abdul Aal adalah seorang wanita karir di bidang medis. Dia mendapatkan gelar di bidang Farmasi. Dia telah berusia 31 tahun, dan belum menikah. Ini yang dia katakan sebagai sebuah masalah. Dan ini adalah permasalahan nyata yang dia dan para wanita Mesir sedang hadapi. Dia mengatakan bahwa tekanan ada di pihak pemuda Mesir.

“Masalah bermula ketika baru lulus kuliah. Dan ini akan berjalan hingga berusia 30 tahun. Dan usia 30 tahun adalah hal yang sangat menyedihkan bagi wanita yang masih single. Inilah kenyataan yang benar-benar terjadi di tempat tinggal saya - yang merupakan kota kecil dan kolot. Dan ketika Anda berusia 30 tahun (dan belum menikah), orang-orang akan menyebut Anda sebagai wanita yang gagal, menyedihkan, jelek, atau apapun itu.”

“Mereka sudah ditanya ketika masih sangat muda, sekitar 3-4 tahun, siapa yang akan dinikahi kelak? Mereka menanamkan nilai bahwa satu-satunya tujuan hidup adalah menikah. Bahkan ketika masa sekolah mereka diberitahu bahwa masa depan perempuan adalah di rumah suaminya. Lantas bagaimana jika seseorang benar-benar belum bisa menikah? Apakah dia harus menyalahkan dirinya sendiri?”

Abdul Aal mulai menuliskan ceritanya di blog tahun 2006. Dia menggunakan blognya sebagai sarana untuk menceritakan pengalamannya dalam pencarian pasangan hidup. Dia menjadikan blognya untuk mengekspresikan hal-hal yang yang lucu dan menarik. Dia mengatakan ini merupakan persoalan nyata yang terjadi di Mesir. Tetapi dia juga sangat serius dalam mencari suami yang dia ungkapkan melaui blognya.

Salah satu masalah yang ditulisnya adalah tentang tradisi di Mesir yang disebut Gawaaz al-salonat. Dalam tradisi ini, seorang pria datang mengunjungi seorang wanita dirumahnya. Si pria, si wanita, dan orang tua kedua belah pihak bertemu dalam waktu yang sangat singkat. Setelah itu si wanita harus memutuskan apakah dia mau menikah si pria atau tidak. Tentu saja setiap orang ingin si wanita menerima si pria dengan cepat- meskipun dia tidak benar-benar menyukainya. Tetapi Ghada Abdul Aal berpendapat ini adalah waktu yang terlalu singkat untuk membuat suatu keputusan yang sangat besar.

“Terkadang, ketika Anda meminta waktu untuk mempertimbangkannya, si pria akan marah. Dia akan berpikir ‘mengapa mesti dipertimbangkan? Tidakkah kamu melihat aku pria sempurna? Tidakkah kamu tahu aku hebat? Apa lagi yang kamu butuhkah? Aku adalah anugerah Tuhan untuk para wanita. Aku punya apartemen. Aku punya pekerjaan. Bagaimana kamu menolaknya?”

Baik wanita maupun pria seakan-akan melihat cerminan dirinya dalam pengalaman yang diungkapkan Ghada Abdul Aal. Dalam program televisi “I want to get married”, tokoh utamanya adalah Ola. Ola adalah karakter yang aslinya merupakan sosok Ghada Abdul Aal itu sendiri. Ola tidak hanya sekadar ingin menikah. Dia menginginkan suami yang baik. Dia menginginkan suami yang akan benar-benar menjadi mitra dan teman hidupnya.

“Jika tujuan Ola hanya sekadar ingin menikah, dia akan menerima pria pertama yang pernah dekat dengannya dalam hidupnya. Tetapi ketika dia menganggapnya sebagai pria yang tidak baik, dia menolaknya dan melanjutkan pencarian. Dia mencari seseorang yang akan membantunya dalam melengkapi hidupnya. Banyak orang datang kepada saya setelah saya menulis buku itu. Mereka seolah-olah merasakan dirinya sendiri dalam karakter tokohnya.”

Program televisi “I want to get merried” menunjukkan bagaimana para pria dan wanita menemukan jalan mereka untuk mengatasi permasalahan tersebut yang berpengaruh dalam pernikahan. Ini memberi pesan bahwa para wanita ingin dilibatkan dalam proses pernikahan. Mereka tidak ingin hanya keluarganya lah yang membuat keputusan. Mereka ingin mengenal lebih jauh dengan seorang pria sebelum menghabiskn sisa umur mereka bersama.

“I want to get married” mendorong pandangan baru tentang pernikahan di Mesir.



In English;



Ola is a young woman living in Egypt. She is about 30 years old, and people have been telling her to get married. A man visits her house. He wants to marry Ola. Some people say that he is the perfect man. He looks beautiful, he has a good job, and he lives in the country of Italy. Ola believes that she may be in love with him. She may finally get married! But then she discovers a problem. The man is already married to an Italian woman! The man's mother explains that she wants him to take a second wife. Egyptian Islamic law permits the man to have four wives. That way, the mother says, he will spend more time in Egypt. Ola is very angry! This is not what she expected at all! Ola and her mother throw the man out of their house.

This short story is from a television program called I Want To Get Married. This show is based on a book. And the book is based on an internet blog by Ghada Abdul-Aal. She writes about her experiences as a young woman looking for a husband.
In any culture, there are many traditions young people follow to get married.

Traditionally in Egypt, everything a young man and woman need for their new marriage must be purchased before they get married. This means everything must be new, even things like clothes and furniture. It also means that the newly married young people must have a place to live - a house or apartment. Traditionally, the man pays for these things. Then, there is also the money for the big wedding parties and the wedding itself. For some people these things may cost more than 15 times the money they make in a year!

Many young people in Egypt just do not have the money to meet these traditional needs. Information from Egypt's Population Council shows that many young men are not employed. Housing prices are also currently very high in Egypt. And there are few houses available. These conditions make many young people in Egypt afraid of their futures. Men may save their money until they have enough to marry. But this may take a few years.

Economic conditions cause some of these problems. But many people also blame women for this problem. They say that women are being too choosey about who they are going to marry. Women want to have a say in who they marry. And they are demanding better qualities in the men they agree to marry. Some people say these are new things that women are requiring.

Ghada Abdul-Aal is a medical professional. She has earned a pharmacy degree. And she is 31 years old and she is not married yet. This, she says, is a real problem. And it is a real problem many young people like her face.
"Yes, the problem starts just after we graduate college. And it goes until you are 30. And 30 is like a death sentence for single women. That is especially true in my home town because it is small and conservative. And when you are 30, it is like people mark you as a failure, or pathetic or ugly or whatever."

And she says the pressure to get married begins even when girls are very young.
"They ask young girls here when they are three or four, who would you like to marry? They plant the idea that your only purpose in life is to get married. Even after she goes to school they tell her that a girl's only future is in her husband's home. So what happens when a girl for any reason cannot get married? Should she set fire to herself?"

Abdul-Aal began her blog in 2006. She used the blog to tell about her experiences finding a husband. Often her blog is very funny. She makes fun of herself and the situations she lives through. She says this is a very popular way of dealing with problems in Egypt. But the blog also deals with the very serious subject of finding a partner to marry - a person to share your life with.

One problem Abdul-Aal wrote about was the Egyptian tradition called Gawaaz al-salonat. In this custom, a man comes to visit a woman at her home. The man, the woman, and both sets of parents meet for a short time. After this time, a woman answers if she will marry the man or not. Usually everyone wants the woman to accept the man very quickly - even if she does not necessarily like him. But Abdul-Aal thinks this is too short a time to make such a big decision.

"Sometimes, when you ask for more time, he will be angry. He will think 'Why do you need more time? Can you not see I am perfect? Can you not see I am great? What else do you need? I am God's gift to women. I am a man; I have an apartment; I have a job. How can you say no?'"

Women and men both see themselves in these experiences. In the television program I Want To Get Married, the main character is Ola. Ola is a character based on Ghada. Ola is not just looking to get married. She also wants a good husband. She wants a husband who will be a true partner and friend.

"If Ola's goal was just to get married, she would have accepted the first man to enter her life. But when she sees that he is not good, she refuses him and moves on. She is looking for someone who will help complete her life. Many women came up to me after I wrote the book. They see themselves in the main character."

The television program I Want To Get Married shows how women and men are finding their way through these new issues affecting marriage. It makes the point that women want to be involved in the marriage process. They do not just want their families to make the decision. They want to spend time with a man before they spend the rest of their lives together.
I Want To Get Married is encouraging new thinking about marriage in Egypt.

Source : http://www.Radio.English.net

BAHASA GLOBAL ( A GLOBAL LANGUAGE)


BAHASA DUNIA (A GLOBAL LANGUAGE)

“Saluton.”

“Saluton. Kiel vi fartas?”

“Bonege, dankon.”

Pernahkan Anda mendengar bahasa tersebut? Barangkali ini terdengar seperti bahasa-bahasa di negara-negara Eropa, semisal bahasa Spanyol dan Jerman. Tetapi bukan keduanya. Melainkan bahasa Esperanto. Mungkin Anda pernah mendengar sebelumnya. Yakni bahasa dunia paling terkenal yang pernah ditemukan.

Konflik dan kekacauan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Hal ini membuat beberapa orang melarikan diri dan bersembunyi. Serta membuat orang lain merasa marah terhadap dunia dan orang-orang di dalamnya. Namun beberapa orang mencoba dan menemukan sebuah cara untuk merubah keadaan.

Ludovic Lazurus Zamenhof adalah salah satu dari orang-orang tersebut. Zamenhof lahir pada tahun 1859. Dia tinggal di kota Bialystok, Polandia. Pada waktu itu kota tersebut merupakan bagian dari wilayah Russia. Ada tiga kelompok etnis utama di kota tersebut; Poles, Belorussia, dan Yahudi. Konflik antara ketiga kelompok tersebut membuat prihatin Zamenhof muda.

Sebagai seorang Yahudi, kehidupan tidaklah mudah. Beberapa tahun lalu, banyak orang-orang Yahudi melarikan diri ke Polandia untuk keselamatan. Tetapi onflik terus berlanjut. Bahkan anak-anak merupakan bagian dari konflik. Mereka berkelahi di sekolah dan di jalan-jalan. Zamenhof tumbuh di sebuah lingkungan dengan kebencian dan ketakutan yang mendalam.

Bagaimanapun Zamenhof tidak merasakan kebencian dan kemarahan di dalam dirinya. Beberapa orang mengatakan ibunya lah yang membuatnya menjadi pribadi yang baik. Ibunya percaya bahwa semua manusia adalah anak dari tuhan yang tercinta (sesuai keyakinannya). Zamenhof muda mulai memikirkan cara-cara untuk merubah lingkungan di mana dia tinggal.

Zamenhof percaya bahwa hambatan-hambatan dalam berbahasa merupakan bagian besar dari permasalahan. Dia berpikir jika orang-orang berbicara bahasa yang sama, mereka akan berkomunikasi dengan lebih baik. Sebagai seorang bocah, dia percaya bahwa persamaan bahasa akan mengakhiri kebencian. Dia memimpikan sebuah akhir dari kebencian politik dan rasial. Dia memimpikan sebuah dunia yang bersatu.

Zamenhof memulai percobaan dalam pembuatan suatu bahasa internasional. Pada awalnya dia mencoba menciptakan sebuah bahasa dengan kaya tata bahasa. Tetapi ini menjadi sangat sulit dipahami. Zamenhof mempelajari banyak bahasa, termasuk Bahasa Jerman, Perancis, Latin, dan Yunani. Dia memutuskan bahwa bahasa internasional harus sesederhana mungkin. Dia bekerja keras selama bertahun-tahun. Dia memulai dengan “uji” bahasa.

Bagaimana ia menguji suatu bahasa yang baru? Zamenhof mencoba menterjemahkan buku-buku, cerita-cerita, doa-doa yang ada, dan bagian dari injilnya kaum kristiani. Mari kita dengar bagaimana hasilnya Esperanto.
“Cio estigis per li; kaj aparte de li estigis nenio, kio estigis. En li estis la vivo, kaj la vivo estis la lumo de la homoj. Kaj la lumo brilas en la mallumo, kaj la mallumo gin ne venkis.”
Yang artinya, “dan dengan kata ini, Tuhan menciptakan segala sesuatu. Tiada satupun dibuat tanpa kata (nama). Segala yang diciptakan Tuhan menerima kehidupan darinya. Dan kehidupan-Nya memberi cahaya untuk semua orang. Cahaya terus bersinar dalam kegelapan. Dan kegelapan tidak pernah menghentikan kegelapan.”

Setelah Zamenhof telah menguji bahasa tersebut, dia mempublikasikan bukunya. Dia menyebutnya, ‘Lingvo internacia. Antauparolo kaj plena lernolibro.’ Yang artinya ‘Bahasa Internasional, prakata dan buku teks.”
Zamenhof tidak mencantumkan nama aslinya dalam buku itu. Dia menggunakan nama ‘Doktoro Esperanto.’ Yang artinya ‘doktor yang penuh harapan’
Jadi, coba kita lihat Esperanto lebih dekat. Sekitar 75% dari kosakatanya berasal dari bahasa latin dan bahasa Romance seperti bahasa Perancis.

Sekitar 20% berasal dari bahasa Jerman dan Inggris. Dan sisanya berasal dari bahasa Russia, Polandia dan Yunani. Alfabet Esperanto memiliki 28 huruf. Huruf tersebut merupakan ‘phonetic’, artinya masing-masing diucapkan sesuai dengan tulisannya. Tidak ada pengecualian. Kebanyakan tata bahasa dari Esperanto mengikuti satu dari 16 aturan dasar tata bahasa Inggris.
Dalam esperanto semua kata benda berakhir dengan ‘O’. Contoh, kata ‘bird’ (burung dalam bahasa Inggris) adalah ‘birdo.’ Jika Anda ingin mengatakan lebih dari satu ‘bird’, ini menjadi ‘birdoj’

Berikut adalah hal menarik lainnya. Jika Anda menambahkan ‘mal’ di awal kata, hal ini akan menjadikan lawan katanya. Contoh- alta berarti tinggi. Malalta berarti pendek (rendah). Seka berarti kering. Malseka berarti basah. Pura berarti besih. Bisakah Anda menebak untuk kotor? Malpura!

Tidak satupun orang mengetahui dengan pasti berapa banyak penutur Esperanto. Beberapa orang menaksir sekitar 2.000.000. hal ini berdasarkan informasi sebagaimana jumlah penjualan buku bahasa Esperanto dan pengguna internet. Esperanto kebanyakan digunakan di Eropa bagian timur dan tengah.

Penutur Esperanto telah mengembangkan beberapa adat kebiasaan tertentu yang mirip. Tetapi banyak orang memperdebatkan bahwa ‘bahasa internasional’ seharusnya tidak memiliki budaya tertentu. Mereka mengatakan bahwa suatu bahasa internasional seharusnya menghindari pembagian rasial dan kultural.

Penutur Esperanto mengatakan bahwa bahasa Esperanto menjadikan komunikasi lebih mudah ketika bepergian. Mereka mengatakan bahwa Esperanto adalah bahasa kedua yang baik- lebih baik daripada yang lainnya seperti bahasa Perancis, Spanyol, Inggris.


Faktanya, orang-orang di beberapa tempat di dunia menggunakan bahasa-bahasa tersebut-lebih banyak daripada Esperanto. Tetapi ada banyak juga penutur asli bahasa-bahasa tersebut.

Ide dari Esperanto adalah bahasa ini menjadikan setiap orang sederajat- karena bahasa tersebut tidak dimiliki kelompok tertentu manapun. Bahasa Esperanto dimiliki komunitas internasional! Zamenhof berharap bahwa ini akan mempersatukan semua orang- dan membantu sebuah dunia yang damai.

Banyak orang memperdebatkan bahwa bahasa itu sendiri tidak dapat menciptakan kedamaian. Orang-orang di negara yang sama, dengan bahasa dan budaya yang sama pun masih berselisih dan bertengkar.

Zamenhof adalah seorang yang idealis. Dia percaya bahwa dunia bisa berubah. Secara, bahasa tersebut dinamakan ‘Esperanto’-‘seseorang yang berharap.’ Dan seseorang yang memiliki harapan dapat melakukan lebih banyak daripada seseorang tanpa harapan! Zamenhof tidak melihat realisasi mimpinya di sepanjang hidupnya.

Masih ada kesalahpahaman dan perdebatan di antara orang-orang. Tetapi Esperanto telah menyatukan banyak orang lintas dunia. Ia melintasi setidaknya beberapa bagian rasial dan budaya. Di sebuah situs internasional untuk penutur Esperanto, seseorang telah menulis,
“Menjadi seorang penutur Esperanto berarti bahwa saya adalah bagian dari komunitas dunia. Mereka adalah orang-orang yang meyakini kesetaraan-seperti saya. Mereka berseru seperti ‘kita terlahir setara’ Esperanto membebaskan orang-orang mengungkapkan ide-ide tersebut.”


Materi diambil dari http://www.radioenglish.net.


In English :

A GLOBAL LANGUAGE

“Saluton.”

“Saluton. Kiel vi fartas?”

“Bonege, dankon.”

Did you recognize that language? It sounds European - a little like Spanish, or German. But it is neither. It is called Esperanto. You may have heard Esperanto before! It is the most popular invented world language. Today’s Spotlight is on Esperanto.

Conflict and troubles affect people in different ways. They make some people want to run and hide. And they make other people feel angry at the world and the people in it. But some people try and find a way to change things.

Ludovic Lazurus Zamenhof was one of these people. Zamenhof was born in 1859. He lived in the city of Bialystok, Poland. At that time the city was part of Russian territory. There were three major ethnic groups in the city; Poles, Belorusians and Yiddish-speaking Jews. The conflicts between these groups saddened the young Zamenhof. As a Jew, life was not easy. Several hundred years ago many Jews fled to Poland for safety. But conflicts continued. Even children were part of the conflicts. They had fights in the schools and on the streets. Zamenhof grew up in an environment of deep hatred and fear.

However, Zamenhof did not feel hatred and anger in his heart. Some people say that his mother helped to create his good nature. His mother believed that all human beings were children of a loving God. The young Zamenhof began to think of ways to change the hostile environment he lived in.

Zamenhof believed that language barriers were a big part of the problem. He thought that if all people could speak the same language, they would communicate better. As a child, he believed that a common language would end hatred. He dreamed of an end to political and racial hatred. He dreamed of a united world.

Zamenhof began experimenting in creating an international language. In the beginning he tried to create a language with rich grammar. But this became very complex. Zamenhof learned many languages, including German, French, Latin and Greek. He decided that the international language must be as simple as possible. He worked hard for many years. He began by ‘testing’ the language.

How do you test a new language? Well, Zamenhof tried translating existing books, stories, prayers and parts of the Christian Bible. Let us hear how Esperanto sounds!
“Cio estigis per li; kaj aparte de li estigis nenio, kio estigis. En li estis la vivo, kaj la vivo estis la lumo de la homoj. Kaj la lumo brilas en la mallumo, kaj la mallumo gin ne venkis.”
In English this means, ‘And with this Word, God created all things. Nothing was made without the word. Everything that was created received its life from him. And his life gave light to everyone. The light keeps shining in the dark. And darkness has never put it out.’

After Zamenhof had tested the language he needed to publish his book. He called it, ‘Lingvo internacia. Antauparolo kaj plena lernolibro.’ This means ‘International Language. Foreword and Complete Textbook.’ Zamenhof did not put his real name on the book. Instead he used the name ‘Doktoro Esperanto.’ This means ‘Doctor Hopeful.’
So let us take a closer look at Esperanto. About 75% of the words come from Latin and Romance languages like French. About 20% come from German and English. And the rest comes from Russian, Polish and Greek. 28 letters form the Esperanto alphabet. And the language is ‘phonetic’ - you say every word exactly as it is written. There are no exceptions. Most of the grammar of Esperanto follows one of 16 basic rules.
In Esperanto all nouns end with ‘O’. For example the noun bird is ‘birdo.’ If you have more than one bird it becomes ‘birdoj’.

Here is another interesting thing. If you add ‘mal’ to the beginning of a word, it gives the word the opposite meaning. For example - alta means tall. Malalta means short. Seka means dry. Malseka is wet. Pura is clean. Can you guess what dirty is? Malpura!

No one knows exactly how many people speak Esperanto. Some people estimate around 2,000,000. This is based on information such as sales of Esperanto language books and Internet users. Esperanto is most common in Central and Eastern Europe. Speakers of Esperanto have developed some similar customs. But, many people argue that an ’international language’ should not have its own culture. They say that an international language should avoid cultural and racial divides.

Speakers of Esperanto say that the language makes communication easier when travelling. They say that Esperanto is a good second language - better than others like French, Spanish or English.

People in many places in the world use these languages - more than Esperanto! But there are also many native speakers of these languages. The idea of Esperanto is that it makes everyone equal - because it does not ‘belong’ to any particular group. It belongs to the international community! Zamenhof hoped that this would unite people - and help create a peaceful world.

Most people argue that language alone cannot create peace. People in the same country, with the same language and culture still argue and fight.

Zamenhof was an idealist. He believed that the world could change. After all, the language is called ‘Esperanto’ - ‘one who hopes.’ And a person who has hope can do more than a person without hope! Zamenhof did not see his dream in his lifetime. There is still misunderstanding between people. But Esperanto has united many people across the world. It has crossed at least some cultural and racial divides. On an international website for Esperanto speakers, one person wrote,
“Being a speaker of Esperanto means that I am part of a worldwide community. They are people who believe in equality - like me. There are sayings like ‘We are all born equals.’ Esperanto lets people express these ideas.”


The writer of today’s program was Marina Santee. At http://www.radioenglish.net

Jumat, 20 Januari 2012

HARGA SYUKUR


Hargailah waktu dengan mengisinya untuk hal-hal yang membesarkanmu, maka ia akan memberimu kedamaian.

Hargailah ilmu dengan menambahkan dan mengembangkannya, maka ia akan membimbingmu di setiap langkah.

Hargailah orang lain dengan memulikannya, maka mereka akan merelakan diri berkembang bersamamu untuk kemudahan jalanmu.

Hargailah Harta dengan sebaik-baiknya penyaluran, maka mereka akan senantiasa ada ketika engkau butuhkan.

Hargailah akal dengan mengasah dan memberinya asupan yang baik, maka ia menyediakanmu pengertian-pengertian bermanfaat.

Hargailah kesehatan dengan menjaga dan merawatnya, maka ia akan senantiasa bersamamu untuk upaya maksimalmu.

Hargailah pengaruhmu dengan kesungguhan pelayanan, maka ia akan menyejukkan hatimu.

Dan hargailah segala anugerah Tuhan yang telah diberikan untukmu. Semakin engkau menghargainya, semakin engkau mensyukurinya. Dan semakin kengkau mensyukurinya, mereka akan semakin membahagiakanmu dan tetap membawa keberkahan untukmu.
Stay grateful guys...!

Rabu, 18 Januari 2012

BERDAMAILAH DENGAN RASA KANTUK


Anda sering mengantuk? Atau anda malah tergolong tipe orang yang cepat mengantuk?.

Akhir-akhir ini saya seringkali merasa ngantuk di kelas ketika menjelang siang. Lebih-lebih saya memang terbiasa dengan aktivitas tidur siang. Jadi sekitar jam sebelasan merupakan waktu yang sangat dramatis bagi saya. Waktu penuh dengan perjuangan, yakni perjuangan melawan rasa kantuk. Glek! XD

Mengantuk saat beraktivitas adalah permasalahan klasik. Terlebih bagi anda yang jam tidurnya kurang di malam harinya. Rasa kantuk memang dapat menyerang siapapun, kapanpun dan di manapun. Di kantor, di sekolah, di rumah, apalagi di kamar. Hehe :D
Hal ini memang menghambat aktivitas, sehingga produktivitas kerja pun menurun. Saran saya, jangan diambil pusing, khawatir, apalagi marah! Emang mau marah sama siapa? O_o

Damaikan dulu perasaan anda lalu ambil tindakan untuk mengatasinya(mengutip perkataan pak Mario Teguh) hihihi

Berikut ada beberapa tips atau cara sederhana yang biasa saya lakukan untuk mengatasi rasa kantuk ketika berada dalam kelas. Saya membaginya menjadi beberapa kategori. Wuih, keren kan? :D

1. Cara aman dan murah
- Usaplah wajah Anda dengan kedua tangan beberapa kali.
- Tarik nafas dalam-dalam dan keluarkan dengan pelan sambil sedikit melebarkan kedua mata Anda. Ingat! Hanya sedikit. Jangan sampai terlalu melotot sehingga menakuti teman sebelah Anda :D
- Goyangkan kepala Anda ke kanan dan ke kiri. Semacam senam kecil untuk kepala. (pastikan tidak ada tembok di samping Anda)
- Jika masih terasa ngantuk, pergilah ke kamar kecil untuk membasuh muka Anda.

2. Cara berbayar
Cara ini sedikit mengeluarkan biaya, hanya sedikit!
Pergilah ke kantin atau koperasi untuk membeli makanan dan minuman ringan. Atau lebih baik jika Anda mempersiapkannya dari rumah.
Tapi jangan ngemil terlalu banyak. Karena jika berlebihan Anda akan semakin mengantuk tentunya.

3. Cara kurang aman tapi murah
Sapalah teman di samping Anda. Ajak ngobrol. Kalau bisa cari topik yang bisa mengundang tawa. Cara ini sangat cocok bagi Anda yang mempunyai selera humor, terlebih lagi jika teman anda mempunyai hal yang sama. Metode tersebut akan membuat Anda segar lagi dan lebih rileks. Ini adalah cara unik tapi berisiko. Karena akan membuat guru, dosen, atau atasan anda marah dan juga mengganggu teman Anda. Selain itu Anda akan ketinggalan materi yang sedang disampaikan.

Terserah cara mana yang paling disukai dan sesuai dengan diri Anda. Akan lebih baik lagi jika Anda menemukan metode sendiri yang cocok bagi diri Anda.
Bagaimanapun caranya, yang penting tujuan kita adalah menunda rasa kantuk sampai datang waktunya untuk istirahat. Selamat mencoba dan semoga bermanfaat. ^_^

Selasa, 27 Desember 2011

Formula Doremi


Akhir-akhir ini saya suka sekali mendengarkan lagu “Doremi”-nya Budi. Lagu sederhana tapi sangat unik. Pertama kali mendengarkan lagu ini, musiknya “easy to listen” yang didominasi suara gitar akustik. Namun yang paling membuat saya tertarik adalah liriknya. Bukan dari isinya, melainkan rangkaian kata-katanya.

Dilihat dari judulnya, barangkali sudah bisa ditebak. Ya, dari akronim “do-re-mi-fa-sol-la-si-do” itulah lirik lagu dibangun. Dan kemudian dikembangkan menjadi lagu yang kreatif.

Terisnpirasi dari lagu tersebut, saya mencoba menguraikan “doremi” versi saya sendiri. Meskipun belum mengantongi izin dari pengarang lagu, mudah-mudahan bukan merupakan hal yang ilegal. Hehehe!

Semua orang memiliki impian pastinya. Untuk menggapainya, setiap orang harus memiliki sebuah langkah-langkah atau cara sendiri. Berikut adalah formula DOREMI yang menurut saya telah dilakukan oleh banyak orang-orang yang sukses di bidangnya.

Do : Dorongan yang kuat (Motivation)
Ro : Rencana yang baik (Plan)
Mi : Miliki keteguhan hati (Persistency)
Fa : Fahami hal-hal yang membuatmu malas dan hindarilah (Learn)
So : Solat dan berdoalah kepada tuhan (Pray)
La : Lakukan ikhtiar dan sepenuh hati (Action)
Si : Sisihkan waktu untuk evaluasi (Evaluation)
Do : Do not forget to share your success to other people (concern)

Mungkin terkesan dipas-paskan, tapi lebih baik pakai uang pas dari pada tidak ada kembalian (maksudnya??? Hahaha).

Bisa jadi setiap orang memiliki formula yang berbeda untuk sukses. Tapi percayalah segala sesuatu mempunyai harga yang harus dibayar. Dan “formula” akan memudahkan anda untuk mencapai impian. Jadi, nyanyi yuk, Do...re...mi... (^_^)

Senin, 26 Desember 2011

Energi Waktu


“Energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, energi hanya dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya”. Begitulah bunyi salah satu pelajaran Fisika. Hukum kekekalan energi ini mempunyai kesamaan dengan waktu, yakni sama-sama tidak dapat diciptakan (oleh manusia).

Namun berbeda dengan energi yang tidak bisa musnah, waktu akan senantiasa musnah (hilang) di setiap detiknya. Digunakan ataupun tidak.

Kita semua punya waktu yang sama. 24 jam dalam satu hari, 7 hari dalam seminggu, dst. Modalnya sama antara satu orang dengan yang lain. Tetapi jika kita perhatikan, ada beberapa orang mencapai hasil yang lebih banyak, besar, dan bermanfaat. Sementara sebagian yang lain hanya biasa-biasa saja.

Ternyata perbedaan mencolok terdapat pada “pengubahan” atau pemindahan dari penggunaan “energi” tersebut. Ada yang menggunakannya dengan pekerjaan yang membuatnya “merangkak”, “berjalan”, atau “berlari” menuju impiannya. Tidak sedikit pula orang yang menghabiskannya hanya untuk hal-hal yang malah membuatnya malah menjauh dari tujuan hidupnya.

Mengutip sebuah iklan layanan masyarakat yang kurang lebih berbunyi “bijaklah dalam penggunaan energi listrik untuk masa depan yang lebih baik”. Begitu pula seharusnya dalam penggunaan waktu. Sehingga, jika semakin bijak seseorang menggunakan waktunya, maka akan menjadi semakin besar energi yang dimilikinya untuk mengejar impiannya.